Filled Under: , ,

KH. MOCH KHOZIN CHOIRUDDIN , PONDOK PESANTREN AL-KHOZINY & MASYAYIKH


RIWAYAT KH. R MOCH KHOZIN CHOIRUDDIN

KH. Moch Khozin yang merupakan Putra dari Khoiruddin bin Ghozali bin Raden Mustofa (alias Mbah Jarot, Ngepo Sidoarjo). dalam satu Riwayat  Beliau dilahirkan pada tahun 1847 M/ 1259 H (Riwayat Lain 1843 H)  di sebuah desa kecil yang terletak di Getok Mojosari Mojokerto , Beliau Tumbuh dalam asuhan Ayahandanya K.H Khoiruddin , Menginjak umur 20 tahunan beliau memulai perjalanan menuntut Ilmu disebuah Pesantren di Siwalan Panji Buduran Sidoarjo , 
Kecerdasan dan Akhlaq yang unggul dari santri-santri lainnya membuat KH Ya'qub bin Hamdani (Pengasuh Pondok Pesantren Siwalanpanji ) melihat potensi Beliau untuk dididik lebih dari Santri-santri lainnya hingga Beliau ( KH Moch Khozin ) diambil Menantu oleh KH Ya'qub dengan dinikahkan dengan Putrinya yang merupakan Anak Nomor Tiga ( Merupakan Putri Pertama ) KH. Ya'qub yang juga merupakan saudara kandung Nyai Siti khodijah istri pertama K.H Hasyim Asy'ary Pendiri Nahdhotul Ulama , sehingga KH. R Khozin dan KH. Hasyim Asy'ari merupakan saudara Ipar 



Setelah Menikahkan dengan Putrinya tersebut KH Ya'qub memerintahkan Sang Menantu ( KH. Moch Khozin ) untuk melanjutkan menuntut Ilmu di Makkatul Mukarromah didampingi Sang Istri yang merupakan Putri KH Ya'qub tersebut , Beliau belajar di sana sekitar 6 tahun lamanya dengan di dampingi istri tercinta beliau Nyai Fatimah binti KHR. Ya'kub bin Hamdani . Hasil pertalian kasih beliau dengan Nyai Fatimah sang isteri tercinta, Allah  SWT. menganugrahi  tiga orang anak yang lucu dan berparas rupawan , namun Alloh tidak lama memberikan kebahagian kepada kyai Khozin karena kedua anak beliau meninggal dunia lebih dulu dan kelahiran putra ketiganya  putra yang dilahirkan di kota Makkah dengan paras yang tampan rupawan yang kelak akan menjadi orang yang berbudi pekerti luhur bernama M. Abbas. kembali mengisi kebahagiaan mereka  namun itu juga tidak berselanglama dengan meninggalnya Istri tercinta beliau Nyai Fatimah binti Ya'qub di makkah ( dalam satu Riwayat  " Nyai Fatimah binti KH Ya'qub istri KH Khozin tersebut Meninggal di Makkah dan dimakamkan di Sana ) 
 
Beliau (KH. Moch Khozin ) kemudian kembali ke Tanah Air  , dan dengan wafatnya Istri Beliau di Makkah tersebut , Beliau kembali ke tanah air hanya dengan putra terkasihnya , menurut cerita KH. Abdul Bari yang merupakan Dzurriyah Beliau . Setelah KH. Moch Khozin  balik ke siwalanpanji beliau merasa kepingin mandiri dengan Istikhorohnya , Beliau membangun rumah di Buduran yang letaknya tidak jauh dari siwalanpanji . ternyata keinginan tersebut  tidak mendapatkan restu dari kedua masyayikh Pesantren Siwalanpaji tersebut ,   bahkan ceritanya Kyai Ya'qub pernah menyampaikan ke  Kyai Khozin " Khozin ..... kalau kamu meninggalkan panji nanti panji bisa kembali menjadi hutan belantara "  , demikian disampaikan agar kyai Khozin tetap menetap di Siwalanpanji dan melanjutkan ikut mengasuh disana , yang kemudian Kyai Khozin  melanjutkan Estafet Kepemimpinan Pengasuhan Pondok Pesantren Al-Hamdaniah pada Periode Ke Tiga ( Setelah Generasi ke II oleh KH Abdurrohim dan KH Ya'qub ) ,    dan kembali Ikatan nasab dijalin kembali oleh keluarga panji dengan Menikahkan Saudara Sepupu Nyai Fatimah yang juga merupakan  Putri KH. Abdurrohim Hamdani yang bernama Nyai Maimunah  yang dari pernikahan Beliau dengan Dzurriyah KH hamdani tersebut dikaruniahi  Tujuh (7) Orang Anak  yang kelak juga menjadi Pewaris Estafet  Perjuangan Syi'ar Islam.

Dalam satu kisah  disampaikan oleh Dzurriyah beliau ( Jamaluddin Alawi bin KH Misbah Saddat ) tentang Karomah dan Akhlaq KH. Moch Khozin  dalam " Kisah titip Salam Baginda Rosulillah saw dan Imam Syafi'i kepada Mbah Yai Khozin melalui Syaichona Kholil dan perintah memulai Khataman Tafsir Jalalain. " yang  meriwayatkan dari Pamanda, Ami KH. Abdul Bari, dari Paman beliau, Mbah KH. Mujib bin Abbas bin Khozin,

Disampaiakan  bahwasanya Syaichona Kholil dan Mbah Yai Khozin adalah Sahabat saat menimba Ilmu di Makkah, beliau berdua sudah akrab di Makkah, bahkan bisa jadi saat di Pesantren Panji sudah saling kenal, karena beliau berdua sama-sama Santri Panji, cuma lebih dulu Syaichona Kholil, karena lebih sepuh Syaichona. Mbah Khozin diambil mantu Gurunya, yaitu Syaikh Ya’qub bin Hamdani, seorang Kiyai yang Alim dan Kaya Raya. Lalu setelah dinikahkan dengan putrinya, Mbah Khozin diberangkatkan ke Makkah bersama Istrinya untuk menimba ilmu pada Ulama Haromain. Sampai beliau dikarunia tiga orang anak disana, dari ketiga Putra-putri Beliau yang kelahiran di Makkah tersebut , hanya Satu yang bisa tumbuh Besar  yaitu Abbas, sedangkan Dua (2) Anak beliau Wafat disana saat masih kecil 

Suatu Ketika saat Syaichona di Makkah, beliau melihat ada Khataman Tafsir Jalalain di Masjidil Harom saat Romadhon, beliau berangan-angan “betapa mulianya andai di Jawa ada Khataman Tafsir Jalalain saat Romadhon”. Akhirnya beliau bertemu (entah terjaga atau lewat mimpi) dengan Baginda Rosulillah  ﷺ  dan Imam Syafi’i, Baginda dawuh kepada Syaichona “Sampaikan salamku kepada Kiyai Khozin Panji, bilang kepada dia agar memulai Khataman Tafsir Jalalain Romadhon depan”.
Akhirnya ketika beliau pulang ke kampung halamannya, di Pesantrennya, beliau bilang kepada para santri, “siapa yang tahu Kiyai Khozin Panji?” ada salah seorang santri yang kenal, beliaupun bilang “Tolong kamu sowan kepada beliau, sampaikan Salam dari Rosululloh dan Rosululloh mengutus beliau untuk memulai Khataman Tafsir Jalalain Romadhon depan”.
Setelah Mbah Khozin diberitakan hal itu, beliau hendak sowan ke Syaichona Kholil, beliau ingin Tabarrukan ikut ngaji. Tapi tiba-tiba Syaichona menutup pondok dan bilang bahwa tidak ada ngaji! pesantren libur dan tidak terima tamu!. Beberapa kali Mbah Khozin mencoba sowan lagi tapi tetap Syaichona seperti itu, Mungkin Syaichona merasa tidak enak karena yang dapat Salam dan Perintah itu Mbah Khozin, sedangkan Mbah Khozin ingin bertabarruk kepada Syaichona karena beliau yang bertemu Baginda dan Imam Syafi’i, Wal hasil akhirnya Mbah Khozin pulang. 
Saat Romadhon tiba beliau memulai Khataman Tafsir Jalalain. dan saat itu pula Syaichona meliburkan pesantrennya menyuruh seluruh santrinya untuk ikut Ngaji Khataman Jalalain kepada Mbah Khozin Panji. 
KHR Moch. Khozin Wafat pada tahun 1955 M , dan dimakamkan di makam Ulama' Siwalanpanji Buduran-Sidoarjo yang terletak tidak Jauh dari Pondok Pesantren Siwalanpanji (Al-Hamdaniyah ) dan  Amanat untuk Mengadakan Khataman Tafsir jalalain di setiap Bulan ramadhan dilanjutkan oleh puteranya ( KH.R Moch Abbas ) 


PONDOK PESANTREN AL-KHOZINY


A. SEJARAH PENDIRIAN

Pondok Pesantren Al Khoziny didirikan pada tahun 1927 oleh KH Khozin Khoiruddin di atas tanah milik beliau dengan tujuan utama untuk memajukan peribadatan, pendidikan dan dakwah islamiyah.
KH Khozin Khoiruddin yang saat itu masih menjadi Pengasuh di Pondok pesantren siwalanpanji ,  sedikit demi-sedikit sudah mulai menarik diri dari pengasuhan pondok pesantren yang diamanahkan oleh mertua Beliau (KH. Ya'qub bin Hamdani ) tersebut, dan memberikan estafet kepengasuhannya ke Dzurriyah dari muassis Siwalanpanji yaitu KH. Ahmad Faqih Hasyim , dan  pada tahun 1927 memutuskan untuk mendirikan sebuah pesantren yang diperuntukkan untuk putra beliau yaitu KH Moh Abbas. Pondok pesantren tersebut berada tidak jauh dari pondok Pesantren Siwalanpanji, tepatnya di Desa Buduran kurang lebih 300 meter sebalah barat Pondok Pesantren Siwalanpanji. Pondok Pesantren baru tersebut diberi nama " Roudlatul Mustarsyidin "

Pada mulanya KH Khozin Khoiruddin tidak bermaksud untuk mendirikan pondok pesantren, tetapi beliau hanya ingin memberikan tempat untuk kediaman putranya yakni KH Moh Abbas, karena di pondok Siwalanpanji sudah banyak generasi dari keluarganya sendiri, di mana pada waktu itu KH Moh Abbas baru pulang dari belajar di Makkah selama kurang lebih sepuluh tahun menetap di sana. 

Kehadiran KH. Moh Abbas ini ternyata mendapat sambutan baik dari masyarakat Buduran di mana pada saat itu masyarakat Buduran nyaris tidak tersentuh oleh ajaran-ajaran Islam. sambutan juga datang dari santri-santri sekitar Buduran yang mondok di Pesantren Siwalan panji. sehingga  Rumah kediaman KH. Moh Abbas tersebut berubah Fungsi dari Kediaman beliau diubah menjadi Pondok Pesantren .

 Pondok Pesantren yang didirkan ini pada awalnya masih berupa bangunan sederhana yang terbuat dari bambu yang terletak di sebelah utara kediaman KH. Moh Abbas. Setelah Pondok Pesantren ini berdiri, pada mulanya KH. Khozin Khoiruddin sendiri yang akan menjadi pengasuhnya, akan tetapi karena pihak keluarga beliau yang berada di Pondok Pesantren Siwalanpanji masih membutuhkan beliau, maka diutuslah putra beliau yang bernama KH. Moh Abbas untuk menjadi pengasuh di sana, sementara KH. Khozin Khoiruddin tetap membantu dan memantau dari jauh.Sebagai santri pertamanya, maka diambilah beberapa santri KH. Khozin Khoiruddin yang ada di Pondok Pesantren Siwalanpanji yang sengaja dipindahkan untuk menempati pondok pesantren baru di desa Buduran.

B. KH.R MOCH ABBAS KHOZIN , MASYAYIKH PERTAMA  PONDOK PESANTREN AL-KHOZINY

Kelahiran , Nasab & Pendidikan 

KH.R  Moch Abbas , Lahir di Makkatul Mukarromah dan merupakan Putra dari KH.R Moch. Khozin  bin Khoiruddin  bin Ghozali bin R. Musthofa (Mbah Jarot) &  Nyai Siti Fatimah binti  Ya'qub bin Hamdani , Selang beberapa lama kelahirannya sang Ibunda dipanggil kehadirat Alloh SWT Wafat di Makah dan dimakamkan disana , sehingga beliau hanya diasuh hanya oleh sang Ayah disana .

Masa kecil Beliau sepulang dari Makkah dan menetap di siwalanpanji , Beliau diasuh oleh Ayahanda dan mendapat kasih sayang dari ibu tirinya yang juga merupakan bibinya tersebut setelah sang Ayah menikah dengan saudara sepupu Almarhumah Ibunya yaitu Nyai Maimunah binti Abdurrohim Hamdani  . Beliau (KH.R Abbas ) kecil dididik langsung oleh Ayahnya hingga menginjak remaja Beliau menjadi Santi di Pesantren Kademangan, asuhan Syaikhana Kholil ibn Abdul Latif dan berlanjut Belajar di Makkah  dengan pengawasan dari Paman Beliau KH. Abdul Muhith ( Syekh Abdul Muhith Ya’kub Panji As Siduarjuwi )


KH Moh Abbas, sepulang dari belajar di Makkah selama kurang lebih sepuluh tahun menetap di sana. dan karena adanya permasalahan di makkah dengan pergolakan perebutan kekuasaan dan menangnya wahabi disana , Beliau pulang ke jawa dan oleh Ayahanda Beliau diberikan Pondokan untuk kediamannya di Buduran-Sidoarjo yang letaknya tidak jauh dari siwalanpanji dan kemudian disitu menjadi tempat berdirinya Pondokan gubuk-gubuk kecil yang semula bernama Pondokan " Roudlatul Mustarsyidin " kemudian oleh KH. Moh Abbas dirubah menjadi Pondok Pesantren Al-Khoziny yang  dinisbatkan pada Almarhum K.H. Moch. Khozin . 

Keluarga dan Pendidikan Keluarga 

KH Moh Abbas, yang 'Alim, Tawaddu' , Sabar dan Waro' tersebut yang juga mewarisi sifat ayahandanya dengan kehidupam beliau yang sangat sederhana. ( catatan : Al Faqir yang saat itu masih kecil bisa meraskan kesederhanaan K.H Moch Abbas yang merupakan " Buyut" , Beliau dengan rumah yang sangat sederhana dan alas tidur sederhana bermain dengan cucu beliau dan konon (cerita ibu) Beliau karena sederhananya semua uang yang dapat dari pemberian orang disimpan dibawah tikar tempat tidur sampai beliau meninggal baru diketahui jumlah uang dan banyak uang yang sudah tidak berlaku ) , sehingga dengan kesederhanaan itu beliau bisa disebut sebagai seorang " shufi " .

Beliau KHR. Moch Abbas yang  Menikah dengan tiga (3) kali,  pernikahan , Pernikahan Pertama dengan  Nyai Hj Khodijah binti KH. Raden Mas Ali   . 
Nyai Hj Khodijah yang menjadi Istri pertama dari KHR Moch Abbas merupakan putri ke Tiga (03) dari pasangan  KH. Mas Ali bin KH. Abdul Wahab  & Nyai Maisaroh  dari Tawangsari Sepanjang Sidoarjo , Beliau menikah dengan KH.R Muh Abbas dalam usianya diperkirakan usia 18 tahunan , Beliau yang sudah Alim saat sebelum menikah dengan sudah mengajar Ngaji di Pondok Tawangsari  , Beliau yang merupakan keponakan langsung dari Nyai Latifah yang menjadi Ibu dari Masyayikh NU tersebut ,  diasuh langsung oleh KH. Mas Ali (sang bapak ) merupakan teman bersama KH. Wahab Hasbulloh menjadi santri Ayah Beliau , demikian diceritakan KH. Abdul bari bin Muhammad Busyro 

Pernikahan ke-dua dengan Wanita dari Jombang yang tidak berlangsung lama setelah Wafatnya Nyai Hj. Khodijah dan Pernikahan Beliau juga berlangsung Singkat dengan diceraikannya 

Pernikahan ke-tiga dengan Nyai Hj. Nafisah binti Kyai Thoha dari Sidoresmo ndalem (Nderosmo) , dimana Ibu kandung dari nyai Hj. Nafisah tersebut merupakan Adik dari Nyai Hj. Khodijah binti KH. Raden mas Ali Tawangsari ( Semula merupakan saudara Ipar kyai Abbas menjadi Mertua ) . pernikahan Beliau tidak dikaruniahi Anak 

Beliau dalam kepemimpinan di rumah tangga selalu jadi rujukan putra-putrinya dalam pendidikan agamanya , bersama sang Istri , Beliau selalu menanamkan nilai-nilai Aqidah dan Akhlaq yang baik , Beliau selalu mendidik langsung putra-putrinya diawala-awal pendidikan dengan mengaji langsung ke Beliau. bahkan kepada cucu-cucu Beliau . hingga dalam menentukan pasangan hidup Putra-putrinya yang sudah Dewasa sang Bapak ini memilihkan yang terbaik hingga beberapa diantaranya dari Anak-cucu dan  dari menantu tersebut menjadi orang Alim dan bermanfaat ilmunya dengan mendirikan (muassis ) Pondok pesantren dan Lembaga pendidikan keagamaan lainnya . 

Beliau yang dari pernikahan dengan  Nyai Hj. Khodijah dikaruniai putra/putri sebanyak  Delapan ( 08 ) orang , yaitu  Nyai Aisyah , Nyai Nuroniyah , Nyai Fatimah , H. Abdul Wahid , Nyai Hj. Chanifah , KH. Abdul Mujib , Nur Maslahah/Sobichah  dan Nur Azizah ( 2 terahir wafat saat masih kecil ) 



Kepemimpinan dan Karomah-karomahnya 

Kepemimpinan Kiai Abbas dikenal unik, tidak muluk-muluk menuntut santri, khususnya lebih banyak mengajak agar istiqamah berjama'ah.  dalam hal berjama'h tersebut beliau sangat ketat dan disiplin terhadap santri-santri Beliau disamping ke Anak cucu Beliau , demikian disampaikan Gus Mughni bin KH. Abdul Mujib yang merupakan cucu Beliau. Kepemimpinan Beliau selalu  mengedepankan keteladanan dan lebih banyak pendekatan spiritual dalam menjaga dan membimbing para santri.
Cara memberikan sangsi kepada santri penuh keunikan. Atau ini bukan sangsi,  tapi efek kebersihan hati dan keikhlasan hidup Kiai Abbas. Akibatnya, jika santri jarang berjama'ah dengan beliau, dipastikan koneksi suara akan terhambat, dan akan sulit menerima pengajaran Beliau walau itu bertemu dan berhadapan dekat dengan Beliau karena seperti ada tabir yang menghalangi masuknya Ilmu tersebut ke santri yang melakukan pelanggaran. 

Karomah-karomah dari KH. Abbas Khozin tidak banyak diperlihatkan , beliau yang merupakan orang 'Alim tersebut mempunyai kebiasaan-kebiasan yang Istiqomah Beliau lakukan  salahsatunya adalah Beliau bangun jam 2 malam. Malam-malamnya lebih banyak diisi dzikir dan muthala'ah kitab. Lebih dari itu, beliau adalah salah satu pengamal istiqamah Kitab Dalailul Khoirat (sebuah kitab yang mengekpresikan kecintaan pada Nabi dengan penuh bacaan Shalawat) karya Sang Sufi Imam Muhammad ibn Sulaiman al-Jazuly. Bahkan beliau punya wirid hatam al-Quran setiap hari sabtu, yang biasanya dimulai hari Ahad.

KH.R Muh. Abbas Khozin wafat , Wafat pada tahun 1978 dan setelah wafat Beliau tersebut , KH Abdul Chamid Pasuruan pernah berkata bahwa Beliau (KH. R Moch Abbas Khozin) tersebut merupakan Waliyulloh yang karomah-karomahnya tidak diperlihatkan karena tertutup dengan Ilmu-ilmu dan kealiman Beliau , demikian diceritakan KH. Abdul Bari yang merupakan cucu Beliau.

C. KH.R ABDUL MUJIB  KHOZIN , MASYAYIKH  YANG MENGEMBANGKAN LEMBAGA  PESANTREN AL-KHOZINY

Perjuangan K.H. Moch Abbas yang Wafat pada tahun 1978 , dilanjutkan oleh Putra Beliau Yaitu K.H Abdul Mujib Abbas ,yang merupakan anak ke Enam dari Delapan bersaudara ( 1. Nyai Aisyah, 2. Nyai Nuroniyyah,3. Nyai Fatimah 4. KH Abdul Wahid , 5. Nyai Hanifah , 6. KH Abdul Mujib , 7. Nyai Nur Maslahah dan 8. Nur Azizah ) 

Sosoknya ibarat pohon yang tak henti memberikan kemanfaatan. Daun keteladanannya yang rindang tempat berteduh masyarakat dari silau dunia, kokoh keistiqamahannya dan rindang kesehajaannya juga menyejukkan hati masyarakat yang panas karena bertambahnya maksiat, buah keilmuannya adalah penyegar bagi kehausan ilmu masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya, itulah sedikit gambaran sosok KH. Abdul Mujib Abbas. 

K.H Abdul Mujib Abbas lahir pada hari Jumat tanggal 1 Syawal 1352 H. Bertepatan dengan 10 Oktober 1932 M di Buduran, Sidoarjo. Sosok alim yang menjadi lentera ilmu di Sidoarjo. Ketulusan K.H. Moch Abbas (ayah) dalam mendidiknya membentuk karakter Mujib muda gigih berjuang . 
Pada masa kecil, K.H Abdul Mujib Abbas dibimbing secara intensif oleh kedua orang tuanya, K.H. Moch Abbas dan Nyai Hj. Khodijah , baik pengajaran al-Qur’an dan pembelajaran kitab kuning, seperti Sullam at-Taufiq, Sullam Safinah dan beberapa kitab salaf lainnya. Pendalaman dasar dari literatur ulama salaf itulah yang digunakan Kiai Abbas mendidik Kiai Abdul Mujib muda hingga berumur 17 tahun. Diharapkan menjadikan benteng kuat pada diri anaknya untuk menjadi generasi tangguh memegang estafet kepemimpinan Al-Khoziny di masa akan datang.

Dalam usia 18 tahun, tepatnya 1950 K.H Abdul Mujib Abbas nyantri di Darul Ulum Rejoso asuhan Kiai Romli At-Tamimi, Mursyid Thariqah Al-Qadiriyah wan-Naqsyabandiyah Jombang. Setelah satu tahun setengah, beliau pindah ke pesantren Bata-bata Pamekasan yang pada saat itu diasuh oleh Kiai Abdul Majid Hamid. Di Pulau Seribu Satu Langgar ini, Kiai Mujib terkenal dengan ketekunan belajarnya, bahkan ia dipercaya oleh kiainya untuk menggantikan pengajian Jam’u al-Jawami’ atau Ihya’ al-Ulumudin ketika sedang udzur. Kiai Abdul Majid juga memberikan forum khusus kepada Gus Mujib (sapaan akrab K.H Abdul Mujib Abbas waktu muda di Bata-bata) untuk mengajarkan para Gus atau Lora (bindereh-Madura). Ini menunjukkan kualitas ilmu Gus Mujib tidak diragukan lagi.

Pada usia 23 tahun (1955 M) beliau nyantri ke pondok MUS Sarang asuhan Kiai Zubair Dahlan. Kai Mujib juga pernah menjadi lurah pondok (ketua pondok) MUS. Di sana Kiai Mujib sering bangun jam 2 malam, tidak untuk langsung beribadah tapi mengambil air agar Kiai Zubair dan para santri yang lain mudah mengambil wudlu ketika Subuh. Ini tak lain karena jiwa khidmah Kiai Mujib kepada guru dan pecinta ilmu sangat tinggi. Dan karena kondisi daerah Sarang yang berada di pesisir pantai Utara, sulit menemukan air tawar.

Di MUS Sarang inilah K.H Abdul Mujib Abbas menelurkan karya ilmu yang patut dibanggakan. Syarah Jawahir al-Maknun, Syarah Waraqad, Qawaid al-Fiqhiyah adalah tiga kitab karangan beliau yang menjadi pelajaran para santri di berbagai pesantren.


Lima tarekat Al-Khoziny

Sejenak kita terkesima dengan metode thariqah Al-Khoziny yang konon warisan dari sesepuh pesantren. Tentang riyadhoh santri yang kemudian menjadi simbol dan mengakar di Al-Khoziny untuk diorientasikan dalam seluruh keseharian mereka. Namun, dalam buku Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas, Teladan Pecinta Ilmu yang Konsisten, Pustaka Idea Juni 2012, dikatakan bahwa, Lima Tarekat itu tidak bisa dilepaskan dari sosok K.H Abdul Mujib Abbas, karena dari sosok beliaulah lima tarikat ini bisa dilihat, ibarat K.H Abdul Mujib Abbas adalah cermin dari lima tarekat ini, di samping beliau sering menyampaikan dalam berbagai forum atau para santri dan alumni betapa pentingnya praktik langsung dari Lima Tarekat ini. yaitu :

Pertama: Belajar atau Mengajar, dalam hal ini beliau sering berkomentar,
كن عالما او متعلما او مستمعا او محبا ولا تكن خامسا غادرا فتهلك
Jadilah kamu seorang yang alim, orang yang belajar, orang yang mendengar, orang yang cinta kepada hal tersebut. Janganlah kamu menjadi orang yang ke lima, yang selalu melanggar, maka –dengan itu- kamu akan rusak.

Kedua: Salat berjamaah, Kiai Mujib dikenal sangat istiqamah dalam berjamaah di langgar pesantren bersama santri. Bahkan waktu sakit pun beliau tidak meninggalkan salat berjamaah. Di Al-Khoziny juga menjadi kewajiban bagi seluruh santri untuk ikut berjamaah. Saking pentingnya jamaah, menurut cerita yang berkembang di Al-Khoziny, pada masa Kiai Abbas para santri yang melanggar tidak berjamaah akan mendapatkan sangsi batin, yakni sulit menerima ilmu yang disampaikan oleh Kiai Abbas, walaupun santri yang melanggar itu mengikuti pengajian di dekat Kiai Abbas.

Ketiga: membaca al-Qur’an. Kiai Abdul Mujib selalu mengawal santrinya setiap salat subuh untuk mengaji al-Qur’an kepada beliau dengan pembekalan ilmu tajwid . Ini menjadi magnet santri Al-Khoziny untuk mengisi hari-harinya dengan al-Qur’an.

Keempat: salat Witir dan yang kelima adalah: Istiqamah. Amaliah sunah Nabi dan keistiqamahan Kiai Mujib sudah menjadi pemandangan keseharian di pesantren. Sakit berat tidak mengahalangi ketekunan beliau dalam mengajar dan mengaji.


Pesantren sebagai medan jihad

Pesantren adalah medan jihad yang dipilih K.H Abdul Mujib Abbas, bukan mengangkat senjata tapi dengan mencurahkan tenaga dan pikiran sebagai wujud pelestarian agama Allah dengan mendidik para santri dengan literatur salaf. Hingga lahirlah generasi-generasi Al Khoziny yang ikhlas, berakhlakul karimah disertai bekal ilmu agama secara utuh dalam mengawal Islam. Paling tidak, lulusan pesantren dapat memberikan kemanfaatan dan pengajaran yang benar tentang esensi Islam.

“Salah satu keberhasilah K.H Abdul Mujib Abbas memimpin Al-Khoziny adalah menjaga nilai tradisional. Kiai Mujib selalu ajek merawat tradisi pesantren sejak awal hingga akhir kepemimpinannya. Ia terlibat langsung dalam pengajian kitab kuning dan selalu mendorong agar pengajian-pengajian serupa dilaksanakan dalam berbagai forum, baik santri senior ataupun putra-putrinya.” Komentar KH. Maimoen Zubair Pengasuh Pesantren Al Anwar Sarang Rembang Jateng. Di buku Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas, Pustaka Idea Juni 2012,


Sejarah Pondok Pesantren & Perkembangannya 

Pesantren dalam perkembangannya ( 1956 ) semula dengan nama" Ma'hadul Mustarsyidin " dan pada tahun 1978 nama itu ditambahkan dengan kata " Al-Khoziny " yang dalam bahasa indonesia diartikan Lembaga Pesantren Al-Khoziny dengan seperti ciri-ciri pondok pesantren pada umumnya ,

Dalam perkembangannnya dengan tetap memegang ciri khas sebagai pondok salafi , pondok pesantren ini dengan bimbingan K.H Abdul Mujib Abbas berupaya mengklasifikasikan pendidikan santri menjadi pendidikan formal yang berbentuk sekolah ( Madrasah )
Padamulanya berbentuk Diniyah yang seluruh meteri pelajarannya hanya pendidikan agama saja ( Kitab salaf ) namun dengan perkembangan pendidikan di indonesia dan kebutuhan disekitarnya K.H Abdul Mujib Abbas memasukan pendidikan formal tersebut kedalam Pendidikan Pesantren dengan Membangun Pendidikan formal antara lain :
  1. Tahun 1964 membuat Sekolah Menengah pertama Islam ( SMPI ) yang pada th 1970 dirubah menjadi Madrasah Tsanawiyah Al-khoziny
  2. Tahun 1970 Membuat Sekolah Menengah Atas Islam ( SMAI )  yang juga dirubah menjadi Madrasah Aliyah Al-khoziny
  3. Tahun 1971 Membuat Sekolah Persiapan A & Persiapan B yang selanjutnya dirubah menjadi Madrasah Ibtida'iyah Al-Khoziny
  4. Tahun 1982 Mendirikan Sekolah Tinggi Diniyah yang kemudian Pada th 1993 diformalkan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam ( STAI ) dan Sekolah Tinggi Ilmu Alqur'an ( STIQ ) yang sekarang berubah menjadi Institut Agama Islam ( IAI ) Al-Khoziny
  5. Tahun 2000 dibuka program Akta IV dan tahun 2001 dibuka Program Magister Agama dan sampai sekarang sudah mengeluarkan wisudawan/ wisudawati yang ke IV, dan pada tahun yang lalu ( 2004 ) telah dibuka program D-2.


Mangkatnya Sang Pejuang Ilmu

Kecintaan K.H Abdul Mujib Abbas terhadap ilmu memang luar biasa, setelah dirawat karena sakit di rumah sakit Graha Amerta Surabaya, semangat Kiai Mujib terhadap ilmu malah makin kuat, padahal waktu itu beliau menjalani rawat jalan. Dalam kondisi yang lemah, Kiai Mujib tetap menjaga istiqamah membaca kitab walau pengajian dipindah ke ndalem beliau, saking semangatnya beliau sering lupa waktu ketika balah kitab, melebihi batas waktu pada waktu sehat beliau.

Kiai Mujib juga tidak pernah lelah untuk terus belajar. Saat penglihatan menurun, beliau menyuruh santrinya untuk membelikan kitab Shahih Bukhori dengan tulisan jumbo. Beliau juga ketika muthala’ah sering menyuruh santrinya untuk membacakan kitab yang didengarkan beliau. Ketekunan mendalami ilmu membuat kondisi tubuh beliau melemah, Kiai Mujib kembali dirawat di Graha Amerta untuk ke dua kalinya. Setelah 15 hari dirawat, beliau pun kembali ke hadirat Yang Maha Kuasa pada puku 11:45 tanggal 5 Oktober 2010 / 26 Syawal 1431 H. dalam usia 77 tahun 11 bulan 25 hari.


sumber : http://digilib.uinsby.ac.id/1959/4/Bab%203.pdf  dan 
http://majalahlangitan.com/kh-abdul-mujib-abbas-lentera-ilmu-dari-kota-sidoarjo/


>
Estafet Kepemimpinan Pondok Pesantren 

Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran - Sidoarjo semenjak dididirikan KH. Khozin Khoiruddin Pengasuhan dilanjutkan Ke Putra Beliau yakni K.H. Moch Abbas dan Dilanjutkan  K.H Abdul Mujib Abbas dan Sepeninggal KH. Mujib Abbas  saat ini Pondok Pesantren diasuh oleh Putra-putra beliau dengan Pengasuh Utama  KH. R. Abd. Salam 

Wallohu A'lam Bissowab

والله أعلمُ بالـصـواب 
“Dan Allah Mahatahu yang benar atau yang sebenarnya”. 


Script