Filled Under:

KH. ABDULLOH SCHAL BANGKALAN & MASYAYICH PONDOK PESANTREN SYAICHONA MOCH CHOLIL

 



Nama kiai yang satu ini tidak asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia, kuhsusunya Madura. Selain sebagai salah satu cucu penerus perjuangan Syaikhona Kholil Bangkalan, beliau juga dikenal memiliki kealiman, ketawadhu’an dan sangat teguh dalam memegang dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam.Semasa hidupnya KH. Abdullah Schal sangat disegani bukan hanya dari kalangan awam melainkan juga para ulama, khususnya di kalangan Nahdliyin.

RIWAYAT KHR. ABDULLAH SCHAL 

1. Nasab dan Kelahiran

KH. Abdullah Schal yang berarti hamba Allah , Bindere Dulla begitulah panggilannya sewaktu kecil  , Beliau lahir di  Bangkalan  pada 15 Jumadil Ula 1354 H / 15 Agustus 1935 M di Desa Demangan, tepat di jantung Kota Bangkalan, Madura. Beliau merupakan  putra ke-tiga (3) setelah  KH. Fathurrozi  dan  Nyai Robiah  dari pasangan KH. R Zahrowi dan Nyai Hj. Romlah (cucu KH. Khalil Bangkalan) dengan saudara-saudara beliau sebagaia berikut :

  1. KH. Fathurrozi 
  2. Nyai Robi'ah 
  3. KH. Abdulloh Schal
  4. KH. Moh. Kholil AG 
  5. KH. Kholilurrohman (dipanggil Kiai Lilur)

Nasab dari jalur ibu, KH. Abdullah Schal Bangkalan merupakan salah satu cicit Syaichona KH. Kholil Bangkalan. Nasab beliau diantaranya, KH. Abdullah Schal bin Nyai Hj. Romlah binti KH. Imron bin KH. Kholil (Syaichona Kholil Bangkalan) bin KH. Abdul Latief  bin Kyai Hamim  bin Kyai Abdul Karim dan seterusnya yang  bersambung kepada Sunan Kudus

Kiai Hamim adalah menantu kiai Asror  (pendiri Pondok Pesantren Sidogiri ) bin Abdullah bin Sayyid Sulaiman Basyaiban, pendiri Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan yang dimakamkan di Mojoagung Jombang dan seterusnya bersambung ke Syarifah Khadijah, cucu Raden Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Nasab dari Jalur Bapak , KH. Abdullah Schal Bangkalan merupakan salah satu keturunan dari Bangsawan Madura (Sumenep & Pamekasan) dengan jalur  KH. Abdullah Schal bin R. H Zahrowi bin R. Bahrulloh bin R. Nur bin R. Syafi'i  dan seterusnya bersambung ke Tumenggung Aryo Negoro (Bupati pamekasan) bin Pangeran Purwonegoro(Bupati Sumenep) dan bersambung juga ke Sunan Kudus 

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan 

KH. Abdullah Schal sudah hidup dalam lingkungan keagamaan, beliau tinggal disebuah pesantren yang diasuh oleh kakek buyutnya Syaikhona Kholil Bangkalan , Sejak kecil KH. Abdullah Schal dipanggil dengan sebutan Bindere Dulla atau Ra Dulla. Beliau suka bermain bola, terkadang bermain bola bersama adiknya Bindere Kholil dan teman-teman lainnya.

Pendidikan adalah salah satu yang mengantarkan KH. Abdullah Schal dalam kesuksesannya dalam berilmu dan pintar dalam keagamaan. Dengan pendidikan yang beliau tekuni dan beliau selalu dalam keistiqamahan membuat beliau menjadi seseorang yang alim dan pandai dalam berkepemimpinan.

Beberapa pondok yang pernah beliau singgahi dalam menuntu ilmu diantaranya 
  • Madrasah At-taufiqiyah, 
  • Pondok Pesantren Sidogiri, 
  • Pondok Pesantren al-munawwir, dan 
  • Pondok Pesantren Sarang,
  • Pondok Pesantren Al-Islah, dan 
  • Pondok Pesantren Al Munawwir
Masa kecil Beliau dalam pendidikannya secara formal  dimulai sekolah di Madrasah At-Taufiqiyyah Jangkebuan yang didirikan dan diasuh oleh KH. Abd Hadi. Beliau adalah putra angkat dari KH. Hasan putra dari Syaikhona Kholil Bangkalan dari istri pertamanya nyai Azzah. Madrasah At-Taufiqiyyah menerapkan system klasikal kelas shifir awwal, shifir tsaani, qismul awwal, qismul tsaani, dan qismul tsalis. KH. Abdullah Schal langsung masuk pada kelas shifir tsaani dan lulus tahun 1943. Di madrasah ini juga meniti beratkan terhadap pemahaman ilmu nahwu shorof , Setelah lulus Bindere Dulla tidak langsung melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi yang tidak mencukupi. Bindere Dulla lulus padatahun 1943, akan tetapi hal tersebut tidak menyusutkan semangat BindereDulla akan tetapi malah menyemangatkan beliau untuk terus belajar kitab.Setiap malam Bindere Dulla nyolok ke kediaman KH. Sayuti Marzukiyang terletak di daerah pangeranan, yang pada saat itu terkenal sebagai salah satu ulama yang sangat alim

Pada tahun 1952, Bindere Dulla meninggalkan Demangan untuk melanjutkan pendidikan dan menuntut ilmu di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan atas biaya dari Bindere Rozi.16 Pada saat itu Bindere Rozi sudah memiliki usaha sehingga bisa membiayai Bindere Dulla di Pondok Pesantren Sidogiri. Bindere Dulla memilih Pondok Pesantren Sidogiri karena pada saat itu Pondok Pesantren Sidogiri terkenal
dengan kesalafannya yang di pimpin oleh K.H. Cholil Nawawie yang sangat terkenal kealimannya. Selain itu karena sang buyut pernah nyantri di Sidogiri sewaktu di asuh oleh Hadratusy Syekh KH. Noerhasan yang merupakan kakek dari KH. Cholil Nawawie.  Ra Dulla panggilannya di Sidogiri, beliau ingin mengaji ke KH. Cholil Nawawie karena dikenal alim dan amil bi ilmih. KH. Cholil
Nawawie pada saat itu menjadi labuhan dari para ulama yang ada di Jawa timur karena memiliki karakter yang religius seperti Syaikhona Moh. Kholil Bangkalan. KH. Cholil Nawawie juga dikenal sebagai ulama yang warak .

Sewaktu di Sidogiri Ra Dulla beliau selalu dikirim oleh kakaknya yakni kiai Rozi. (saat itu berumur 24 tahun )  Kiriman yang beliau peroleh dari kakaknya digunakan untuk membeli kitab-kitab dan buku-buku yang membentuk kepribadiannya. Kegiatan beliau selain belajar adalah membaca, beliau
tidak akan berhenti membaca sebelum buku yang di bacanya tamat.  Ra Dulla pandai bergaul dan mudah beradaptasi dengan temantemannya di Sidogiri sehingga selain beliau terkenal dengan kealimannya beliau juga terkenal dengan pandai bergaul. Hal tersebut menggambarkan bahwa beliau selain pandai dalam ilmu agama beliau juga pandai dalam ilmu bermasayarakat. Semua kitab di kuasainya, baik ilmu alat, fiqih, tauhid, balagah, tafsir, Hadist, dan lain sebagainya

Sewaktu mondok di Sidogiri Ra Dulla pernah mengaji di Pesantren sarang Jawa Tengah. Ra Dulla mengikuti khataman pengajian Ramadhan bersama teman sekamarnya Gus Amir Faishol Jember, beliau
mengaji kepada KH. Zubair Sarang. Karena memang Ra Dulla adalah tipe santri yang rajin dan tekun
belajar. Maka di pesantren Sarang juga demikian, beliau selalu muthalaah. Tidak pernah keluar kamar kecuali untuk keperluan ibadah dan mengaji kepada kiai Zubair

Di pesantren Al-Islah Ra Dulla mengaji Ahkamul-Fuqaha’ yakni ilmu yang berisi tentang hasil-hasil Bathsul Masa’il Muktamar Nahdatul Ulama mulai dari periode pertama.   Keinginannya tidak terwujud Karena KH. Madsuqi tidak mulang kitab Ahkamul Fuqaha’ pada akhirnya di ganti dengan kitab lain. Pada saat itu KH. Masduqi terkenal dengan kealimannya dan ilmu fiqihnya. 

Setelah berhenti dari Pondok Pesantren Sidogiri, Ra Dulla melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Al-Munawwir mYogyakarta yang didirikan oleh KH. Munawwir. Beliau adalah salah satu
seorang santri Syaikhona Kholil, akan tetapi pada saat itu Pondok Pesantren Al-Munawwir di bawah pimpinan KH. Ali Maksum mantan Rais Aam PBNU . Sebelum jadi santri di Pondok Pesantren Al-Munawwir Ra Dulla di tes lansung oleh sang Kiai. KH. Ali Maksum mempunyai cara tersendiri di dalam menerima santri baru. Beliau selalu menguji sendiri seluruh santri baru sebelum diterima mondok di Krapyak. Ketika di tes Ra Dulla di tanyakan asal-usul serta pesantren sebelumnya. KH. Ali Maksum langsung menyodorkan beberapa kitab kuning kosong untuk di baca oleh Ra Dulla dan di sodorkan beberapa pertanyaan mengenai isi kitab tersebut. Ra Dulla langsung membaca kitab dengan lancar tanpa kesalahan sedikitpun dan mampu menjawab semua pertanya yang di berikan oleh KH. Maksum    

Ra Dulla mondok di Krapyak di samping ingin memperdalam ilmu agama juga karena ingin kuliah di Institut Agama Islam (IAIN) Sunan Kalijogo. Ketika Ra Dulla mendaftar masuk ke IAIN Sunan Kalijaga pada awalnya di tolak karena beliau tidak memilki ijazah formal. Namun, ada surat keterangan rekomendasi dari KH. Ali Maksum akhirnya Ra Dulla diterima. Di samping kuliah di IAIN Sunan Kalijaga beliau juga sekolah Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Krapyak, tetapai beliau masuk
langsung pada kelas enam dan lulus pada tahun 1965. 

Di IAIN Sunan Kalijaga, Ra Dulla masuk fakultas Adab. Inilah yang mendorong beliau ingin kuliah di IAIN Sunan Kalijaga karena pada saat itu di IAIN Sunan Ampel belum ada fakultas Adabnya. Ra Dulla
menfokuskan pembelajarannya pada ilmu manajemen pendidikan dan tata cara mengajar (Didaktik metodik) , Ra Dulla lulus dari IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 1966, pada tingkat proppadeuse. Kemudia Ra Dulla di minta oleh KH. Ali Maksum untuk menjadi menantunya karena pada saat itu Ra Dulla terkenal kealimannya. Namun dengan penuh tawaduk Ra Dulla meminta maaf  kepada sang guru dengan alasan beliau belum siap untuk menikah dan masih ingin belajar. Setelah dua tahun beliau menetap di Krapyak kemudian berhenti dan beliau menetap di Demangan

3. Keluarga dan Penerus KH. Abdulloh Schal 

KH. Abdullah Schal mulai menetap di Demangan pada tahun 1966 setelah selama 14 tahun beliau menuntut ilmu. Pada awalnya tidak ada kegiatan yang dijalani oleh Ra Dulla ketika beliau kembali ke

Demangan. Hari-harinya hanya di isi dengan mempelajari berbagai kitab, dan di waktu malam sering berdiskusi dengan Kiai Muntashor.

Di Demangan tersebut Pada suatu ketika Bindere Dulla pernah akan ditunangkan dengan salah satu seorang anak dari ulama yang berasal dari Jember yakni KH. Hasan Shiddiq. Pertunangan tersebut tidak sampai jadi karena pada awalnya Ra Dulla ingin melamar putri dari KH. Hasan Shiddiq yang ke dua  akan tetapi Bindere Dulla malah direncanakan akan di  tunangkan dengan putrinya yang pertama , Sejak saat itu Ra Dulla tidak lagi memikirkan soal pernikahan, hari-harinya hanya diisi dengan ibadah dan muthalaah kitab , 

Hingga suatu saat Beliau menemukan gadis idamannya saat lomba Tilawatil Qur’an dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW   tersebut di menangkan oleh seorang gadis cantik dengan suara yang sangat merdu dan memukau semua penonton dan para dewan juri. Gadis tersebut bernama Sumtin yang berasal dari Ngoro Jombang. Gadis yang dilahirkan pada 31 Desember 1946 M di Desa Ngoro, sebuah kecamatan di Kabupaten Jombang.  Setelah lulus dari Jombang dia bermain dan tinggal menetap di rumah pamannya Ust. Tajus Subki kepala Madrasah Darul Ulum yang terletak di sebelah selatan Masjid Agung Bangkalan hingga berlanjut ke Pernikahan ,  Akad nikah dilakaukan di Mesjid Ngoro yang tidak jauh dari kediaman mempelia wanita. 

Setelah menikah seminggu kemudian Bindere Abdullah membawa istrinya kembali ke Demngan. Kehidupan mereka memang benar-benar berangkat dari nol dalam menjalni kehidupan rumah tangga, kemudian Ust. Tajus Subki meminta Kiai Abdullah untuk menjadi dosen memberikan SP IAIN Al-Djami’ah Sunan Ampel Bangkalan. dangan beberapa pertimbangan hingga harus ada KH. As’ad Syamsul Arifin, yang juga paman dari Kiai Abdullah Schal . 


SEJARAH  PENDIRIAN DAN PENGASUHAN PONDOK PESANTREN SYAICHONA MUHAMMAD CHOLIL  - BANGKALAN 

1. Sejarah Pendirian  PP Syaichona Muhammad Cholil - Bangkalan 

KH.R  (Syaichona) Muhammad Cholil mendirikan sebuah pesantren di daerah Cengkubuan, Bangkalan. Setelah putrinya, Siti Khatimah, dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kiai Muntaha (Muhammad Thaha); pesantren di desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya tersebut. Dan Kiai Khalil sendiri, pada tahun 1861 M., mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota; sekitar 200 meter sebelah Barat alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak pesantren yang baru itu, hanya selang 1 kilometer dari pesantren lama dan desa kelahirannya. Pesantren yang terakhir ini kemudian dikenal sebagai " Pondok Pesantren Syaikhona Muhammad  Cholil. " 


Dari pesantren di Kademangan inilah KH. Khalil bertolak menyebarkan Islam di Madura sampai Jawa. Pada mulanya beliau membina agama Islam di sekitar Bangkalan. Baru setelah dirasa cukup baik, mulailah beliau merambah ke pelosok-pelosok yang jauh, hingga menjangkau seluruh Madura.

a. Sekilas Sejarah KH.R  (Syaichona) Muhammad Cholil


KH.R  (Syaichona) Muhammad Cholil  dilahirkan pada 11 Jamadil akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. 

Beliau berasal dari keluarga Ulama , Beliau juga memiliki garis keturunan kepada Sunan Gunung Jati yang merupakan salah seorang wali songo di Pulau Jawa. Berikut ini adalah silsilah Syaikhona Muhammad Cholil menurut KH. As‟ad Syamsul Arifin, Sukorejo, Asembagus, Situbondo

 " Sunan Gunung Jati >>>Sayyid Sulaiman Mojoagung >>> Kiai Abdulloh >>>Kiai Asror karomah >>> kyai Muharrom >>>Kyai Abdul karim >>>Kyai Hamim >>> Kyai Abdul Lathief >>> KH.R (Syaichona ) Muhammad Cholil  "

Muhammad Cholil Kecil digembleng langasung oleh ayah Beliau , menginjak dewasa beliau ta'lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Chalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok- pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya.
Sewaktu menjadi Santri , Beliau telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). disamping itu juga beliau juga seorang hafiz al- Quran. Belia mampu membaca alqur'an dalam Qira'at Sab'ah (tujuh cara membaca al-Quran).

Pada 1276 Hijrah/1859 Masehi, KH Muhammad Chalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani(Guru Ulama Indonesia dari Banten). Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad- Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani i. Beberapa sanad hadis yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). 

b. Keluarga dan keturunan KH.R  (Syaichona) Muhammad Cholil


KH.R  (Syaichona) Muhammad Cholil  dijelaskan  memiliki sembilan istri menurut catatan K.H. Mahfudz Hadi, yaitu:
  1. Raden Ayu Assek binti Lodrapati
  2. Ibu dari Nyai Rahmah (tidak diketahui namanya)
  3. Raden Ayu Arbi‟ah
  4. Nyai Mesi
  5. Nyai Su‟lah
  6. Nyai Khuttab
  7. Nyai Sabrah
  8. Raden Ayu Nurjati (putri bangsawan, janda dari Kanjeng Bupati Paenah)
  9. Seorang janda kaya yang berasal dari Telaga Biru (Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan
Meski memiliki 9 istri, akan tetapi Beliau memiliki keturunan hanya dari 4 orang istrinya yaitu 
  1. Raden Ayu Assek binti Lodrapati, 
  2. Ibu dari Nyai Rahmah, 
  3. Raden Ayu Arbi‟ah, dan 
  4. Nyai Mesi. 
Berikut ini gambaran lebih rincinya yaitu:

1. Raden Ayu Assek binti Lodrapati,  Dikaruniahi Dua (2) orang anak 
  • 1. Nyai Khotimah, menikah dengan Kyai Munthoha  dan Dikaruniahi 4 Orang Anak
  • 2. Kyai Muhammad Hasan , menikah dengan Nyai Karimah namun tidak dikaruniai anak
2. Ibu dari Nyai Rahmah ( Tidak diketahui namanya ) , Dikaruniahi Satu (1) orang Anak 
  • 1. Nyai Rohmah , menikah dengan  Kiai Muhammad Bakri dan dikaruniahi 1 Orang anak yaitu Muhammad Umar.
3. Raden Ayu Arbi‟ah , Dikaruniahi Dua (2) orang Anak 
  • 1. Ahmad Baidhowi (meninggal sejak 5 bulan)
  • 2. Muhammad Imron , menikah dengan Nyai Mutmainnah yang diakaruniai 5 orang anak ( dengan salahsatu merupakan ibu dari KH. Abdulloh As-Schal 
4. Nyai Mesi , Dikaruniahi Satu (1) orang Anak
  • 1. Nyai Asma (lahir di Mekkah) , menikah dengan  Kiai Muhammad Yasin yang dikaruniahi  8 orang anak
KH.R Muhammad Chalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masehi  dan dilain versi Beliau wafat pada Ramadhan tahun 1925 M 


2.  Melanjutkan Pengasuhan   PP Syaichona Muhammad Cholil - Bangkalan

Sepeninggal beliau PP Syaichona Muhammad Cholil diasuh oleh putranya KH. Imron bin Syaichona Moh. Cholil, selama mengasuh pesantren KH. Imron yang mewarisi sifat zuhud dan kewara’an Syaichona Cholil menjadi pribadi yang low profile dan lebih senang melakukan uzlah (menyendiri untuk lebih mendekatkan diri pada Allah), beliau lebih sering melakukan uzlah di luar pesantren sehingga suasana pesantren tidak lagi sama dengan masa pada saat diasuh oleh Syaichona Moh. Cholil.

Setelah KH. Imron wafat, kepengasuhan pesantren Mbah Kholil dipegang oleh putri beliau Nyai Hj. Romlah ( yang merupakan ibu dari KH Abdulloh Schal ) sebab putra beliau KH. Amin bin KH. Imron diberi tugas untuk mengurus negara dan sejarah mencatat KH. Imron pernah menjabat DPR RI pada pemerintahan presiden Soeharto, 

Sepeninggal Nyai Hj. Romlah kepengasuhan pesantren diteruskan oleh putra beliau KH. Fathurrozi kakak dari KHS. Abdullah Schal. Sebagai kakak tertua, KH. Fathurrozi bukan hanya menjadi pengasuh pesantren namun beliau juga sangat menyayangi adik-adiknya yaitu KH. Abdullah Schal, KH. Kholil AG dan KH. Kholilurrohman bahkan karena kasih sayangnya kepada saudara-saudaranya, KH. Fathurrozi sampai membiyayai seluruh pendidikan adiknya-adiknya. Selama menjadi pengasuh pesantren KH. Fathurrozi sering memberikan ijazah karomah dan kekebalan yang membuat masyarakat Bangkalan selalu antri untuk mengikuti kegiatan ini dan tidak hanya teori, KH. Fathurrozi langsung memberikan bukti keampuhan ijazahnya dengan membacok peserta ijazah kekebalan secara langsung dan terbukti orang-orang yang mengikuti ijazah KH. Fathurrozi menjadi kebal bacok.

3.   Pengembangan &  Melanjutkan  Pengasuhan   ( Masyayich ) Era  KHR. Abdullah Schal

Hari demi hari, hingga tahun demi tahun pun terlewati. Tanpa terasa KH. Fathurrozi telah meninggalkan masyarakat Bangkalan, maka tibalah giliran KHS. Abdullah Schal untuk mengasuh pesantren peninggalan buyutnya. KHR. Abdullah Schal merupakan ulama karismatik yang kealimannya sangat masyhur dikalangan para ulama bahkan karena kealimannya semasa mondok di pondok pesantren Sidogiri beliau sering menggantikan pengajian KH. Kholil Sidogiri pengasuh Sidogiri kala itu.  Selama periode kepengasuhan KHS. Abdullah Schal, pesantren mbah Kholil sejak dulu dikenal dengan sebutan nama “Pesantren Demangan” mulai ramai kembali karena KHS. Abdullah Schal bersedia morok (mengajar kitab kuning) kepada santri dan bahkan banyak pengembangan yang dilakukan oleh KHR. Abdullah Schal seperti penerapan system pengajaran klasikal yang sebelumnya hanya ada system sorogan dan wetonan.

Pada saat KHS. Abdullah Schal menjadi pengasuh pesantren, peninggalan mbah Kholil diberi nama dengan " Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil "  sebuah penisbatan kepada nama besar Syaichona Moh. Cholil dengan harapan para santri akan senantiasa mengikuti jejak langkah Syaichona Moh. Cholil dalam mencari ilmu yang terkenal dengan sifat wara’ dan sangat ta’dzim serta memuliakan para guru yang mengajarinya ilmu pengetahuan.

KHS. Abdullah Schal merupakan seorang tokoh dengan pandangan yang cemerlang dan ide yang bagus, pemahaman serta pengetahuan beliau tentang perkembangan dunia pendidikan melampaui tokoh Madura pada umumnya.

Untuk mencapai tingkat efektivitas dakwah yang maksimal, Beliau  memahami berbagai strategi, media dakwah, dan mampumemilihnya dengan akurat sehingga sesuai dengan kondisi obyek dakwahnya , Dengan metode-metode Da'wah :
  • Da'wah  Bil Hikmah ( perkataan yang jelas dan tegas, disertai dengan dalil-dalil kuat yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keraguan-keraguan ) , 
  • Da'wah Metode Mauidzah Hasanah ( memberi peringatan kepada orang lain, dengan berbagai wejangan berisi tentang segala hal yang berakaitan dengan  pahala, siksa dan lain-lain. Mau’idzah tersebut diharapkan mampu menyadarkan dan menaklukan hati orang lain )
  • Metode Mujadalah ( Menitikberatkan kepada tukar pikiran atau diskusi dalam membahas ausatu persoalan, dengan cara sebaik-baiknya ) 
Dengan metode-metode tersebutlah KH. Abdullah Schal menyiarkan dakwahnya dari panggung ke panggung. disamping juga mengajar langsung dan membesarkan pondok pesantrennya.

Beliau berdakwah menggunakan metode yang pas dengan masyrakat yang dihadapinya   

Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Dalam Tahun : 

  • Tahun 1986 Ponpes Syaichona Moh. Cholil mulai membuka pendidikan klasikal tingkat Ibtidaiyah di dengan nama Madrasah Diniyah Salafiyah al-Ma’arif  dibawah asuhan KHS. Abdullah Aschal
  • Tahun 1989 Madrasah al-Ma’arif Ponpes Syaichona Moh. Cholil membuka pendidikan tingkat Tsanawiyah
  • Tahun 1992 Peningkatan jenjang pendidikan diniyah dengan dibukanya tingkat Aliyah Tarbiyatul Mu’allimin dan pada tahun yang sama pula dibuka pendidikan formal MTS al-ma’arif
  • Tahun 1997 Pendidikan santri semakin dikembangkan dan dilengkapi dengan membuka SMA Ma’arif
  • Tahun 2007 Atas perintah dari almarhum almaghfurlah KHS Abdullah Schal Sekolah Tinggi Syaichona Moh. Cholil (STITS) resmi didirikan
  • Tahun 2009 Untuk memberi pengetahuan awal serta untuk membarikan dasar ilmu agama yang kuat bagi santri baru, maka madrasah al-Ma’arif Ponpes Syaichona Moh. Cholil membuka jenjang pendidikan I’dadiyah dengan metode Amtsilati
  • Tahun 2010 STITS semakin maju dan berkembang dengan peralihan status menjadi Sekolah tinggi Agama Islam Syaichona Moh. Cholil (STAIS)
  • Tahun 2011 Penggunaan metode Amtsilati dihapuskan dari Madrasah I’dadiyah Putra dan diganti dengan Metode al-Miftah Lil Ulum sedangkan Madrasah I’dadiyah Putri tetap menggunakan metode Amtsilati
  • Tahun 2016 Untuk mencetak santri tafaqquh fiddin namun tidak meninggalkan legalitas formal, maka Madrasah al-Ma’arif Ponpes Syaichona Moh. Cholil mendirikan Pendidikan Diniyah Formal (PDF) tingkat Wustha
  • Tahun 2017 Pendidikan Diniyah Formal (PDF) semakin dikembangkan dengan mendirikan PDF tingkat Ulya
KH. Abdullah Schal merupakan sosok ulama panutan bagi masyarakat. Beliau tidak pernah lelah menyiarkan ajaran Islam hingga pelosok desa. Dalam kondisi sakit pun, pengasuh Pondok Pesantren Syaichona Cholil, Bangkalan ini tetap semangat berdakwah ke pelosok desa. Sosok kiai yang berpendirian teguh ini sangat menyintai dakwah untuk menyiarkan ajaran Islam.
Bahkan, semangat berdakwah tetap terbawa hingga kondisinya lemah dan terbaring di rumah sakit. Selimut yang menutupi bagian tubuhnya ditarik. Lalu dengan reflek diselempangkan layaknya surban. “Semangat berdakwahnya tetap terbawa meskipun beliau kritis

Semangat berdakwah dilakoni KH.Abdullah Schal dalam 30 tahun terakhir. Ba’da Dzuhur berangkat ke desa untuk berdakwah. Kembali ke rumah pukul 02.00-03.00.  Sesuatu yang luar biasa pada diri KH.Abdullah Schal adalah keikhlasannya, semangatnya dan tidak mau membeda-bedakan orang.
KH.Abdullah Schal juga dikenal dengan Sikap dermawannya juga ditunjukkan ketika diundang peresmian masjid, selalu datang dan tidak lupa menyumbang semisal membantu kubah. Sehingga, sumbangan itu menjadi dorongan semangat bagi warga untuk menyelesaikan masjidnya.
KH. Abdullah Schal juga turut membantu pembangunan daerah. Biasanya, ketika diundang pengajian rutin beliaumeminta agar warga membangun jalan. Setelah ada jalan, pendakwah ini rutin memberi pengajian

d. Wafatnya Sang Pejuang Da'wah

Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Saichonah Kholil Bangkalan, KH Abdullah Schal wafat diusia 73 tahun. Almarhum yang merupakan salah satu kyai kharismatik di Madura ini meninggal di Rumah Sakit Husada Utama Surabaya, Selasa 02 September 2008  pukul 02.55 WIB.

Almarhum yang sebelumnya Dalam keadaan setengah sadar pun,  kontak dan mengingat Allah. Ketika kondisinya kritis, beliau tetap berdzikir, membaca shalawat, tahlil dan melantunkan doa-doa. . Selama hidupnya, selain menjabat sebagai Ketua Rais Am NU Kabupaten Bangkalan, almarhum juga menjadi pengurus Basra serta deklarator PKNU Bangkalan.

Almarhum yang sebelumnya sudah ditinggal Wafat lebih dahulu oleh Istri tercinta Nyai Hj. Sumtin ,  Beliau Almukarrom KHS Abdulloh Schal  wafat pada malam Rabu, 02 Jumadil Akhirah 1427 H, / Juni 2006 M di Simpang Lumut Pangkal Pinang (sekarang masuk Propinsi Bangka Belitung) meninggalkan  13 orang putera-puteri, yaitu :
  1.  Nyai Hj. Mutmainnah, ( Wafat, Kamis 29 Feb 2024/19 Sya'ban 1445)
  2.  Lora Abd. Kholiq (wafat waktu kecil), 
  3.  Nyai Hj. Nur Bilqis, 
  4.  RKH. Fachrillah, 
  5.  Nyai Hj. Karimah, 
  6.  Nyai Hj. Zalikho’, 
  7.  Nyai Hj. Faidhoh, 
  8.  Nyai Hj. Ummu Kholilah (almarhumah), 
  9.  RKH. Fachruddin, 
  10.  RKH. Moh. Nashih, 
  11.  Nyai Laili (wafat waktu kecil), 
  12.  RKH. Moh Karror, 
  13.  Nyai Hj. Nailatul Farohah.

Wallohu A'lam Bissowab

والله أعلمُ بالـصـواب 
“Dan Allah Mahatahu yang benar atau yang sebenarnya”. 

  
Sumber : https://www.syaichona.net/sejarah/ ,
https://www.laduni.id/post/read/903/biografi-kh-abdullah-schal-bangkalan , https://node2.123dok.com/dt03pdf/123dok/000/556/556258.pdf. http://majalahaschal.blogspot.com/2017/02/nyai-sumtin-abdullah-aschal-edisi-14.html 
https://www.alkhoirot.net/2011/09/pondok-pesantren-syaikhona-kholil.html





Script

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar yang sekaligus sebagai Informasi dan Diskusi Kita , Bila Belum ada Jawaban Akan secepatnya ditindaklanjuti