Filled Under:

Mengenal Kewalian Gus Ud (KH ‘ALI MAS’UD) Pagerwojo

Ketika kita membicarakan sosok wali yang satu ini, kalangan Nahdiyin pasti banyak yang tau kisah-kisah tentang beliau. Beliau adalah seorang Waliyullah yang luar biasa, hingga tak ada satupun ulama atau para wali di tanah jawa ini yang tak mengenal sosok beliau.
Dilihat dari garis nasabnya, beliau masih ada hubungan dengan Sayyid Badruddin bin Ali Akbar bin Sulaiman dan dimakamkan di desa Pagerwojo-Sidoarjo. Makamnya banyak yang menziarahinya dan ketika wafat belum dikaruniai keturunan .
Menurut kisahnya yang lain, Mbah ‘Ud mendapat derajat kewalian itu sejak masih kecil. Mbah ‘Ud sangat nakal dan banyak tingkah hingga membuat ayahnya sering marah kepadanya. Sang ayah konon orang yang ‘alim dan mengajar ngaji di rumahnya. Setiap ayahnya mengajar sering terganggu oleh suara-suara teriakan gus ‘Ud kecil itu, hingga sang ayah memarahinya bahkan memukulnya dengan kayu kecil … nah , dari situlah sang ayah melihat ke-anehan pada diri sang putra tersebut. Suatu saat ayanhnya menegur beliau sambil membentak ;” Kamu ini banyak tingkahnya .. makanya gak bisa ngaji ! ” Kemudian si kecil gus “Ud menimpali teguran ayahnya;” Ngajar ngajinya saya ganti ya ? “ Ayahnya heran dengan ucapan anaknya yang baru berusia 8 tahunan itu, gus ‘Ud langsung mengambil kitab kuning ayahnya tersebut dan langsung membacanya meskipun kitab itu gundul ( tidak ada harokatnya ) toh gus ‘Ud kecil itu lancar membacanya berikut menjelaskan semua keterangan kitab itu. Subhanallah !! ayahnya terheran-heran … Sejak itulah sang ayah membiarkan saja apa yang dilakukan putranya itu … Dalam isah yang lain saat itu musim haji .. gus ‘ Ud berangkat haji sama-sama dengan KH mas zubeir bin harits .. entah tahun berapa itu. Ketika para jama’ah haji mau diberangkatkan, di dalam pesawat itu gus ‘Ud membaca marhabanan dengan suara keras dan tidak teratur sambil memukulkan sesuatu yang dipakai untuk musiknya. Semua yang melihat tidak berani melarang, karena seluruh penumpang paham siapa itu gus ‘Ud . Hanya salah satu awak pesawat lelaki menegur gus ‘Ud dengan halus . ” maaf pak .. pesawat mau berangkat ..tolong berhenti dulu ” katanya . kontan gus ‘Ud berhenti mambaca marhabanan itu dengan hati yang dongkol, dan lalu apa yang terjadi ? Sampai berjam-jam mesin pesawat itu tidak mau hidup . Setelah melalui serangkaian pemeriksaan ternyata tidak ada masalah, tetapi tetep saja tidak bisa hidup mesinnya. Akhirnya salah satu jama’ah haji ada yang menegur salahsatu awak pesawat tadi agar minta maaf pada gus ‘Ud karena telah menegurnya untuk diam. Maka anjurannya dituruti juga ; ” Saya minta maaf ya pak atas kelancangan saya tadi, jika sekarang bapak mau baca marhabanan tadi , monggo ” .. lalu gus ‘ud menjawab :” iyo yo … ” … dengan rasa suka gus ‘Ud langsung membaca marhabanan seperti tadi dengan memukul-mukul sesuatu untuk menjadi musiknya … dan ? mesin pesawat langsung bisa hidup dan berangkat ke saudi dengan selamat … Masya Allah luar biasa beliau itu.. ( sumber http://www.sarkub.com tgl 05/05/2016 )
 Dilain kisah diceritakan Pula   pernah di pesantren Sawahpulo daerah Jatipurwo Surabaya. Pimpinan Tharikat Qodiriyyah Naqsabandiyyah, KH. Utsman Al-Ishaqi mengadakan ngaji rutinan. Di antara yang hadir di sana adalah para kyai yang bertabarruk pada beliau. Sebagaimana kami tutur tadi, gus ud kecil memang banyak tingkahnya. Tiba-tiba gus ud mendekati kyai Utsman yang sedang membaca kitab al-Hikam. Gus ud meminta kitab yang di pegang beliau. Sontak, hal itu para jamaah merasa heran. Setelah mengambil kitab, gus ud membacanya dengan mantap, dan menjelaskannya dengan keadaan kitab terbalik. Hal ini membuat decak kagum para jamaah yang hadir
Dari cerita itu, tak mengherankan gus hidayatullah, pemangku majelis ta’lim gus ud, dan masyarakat membuat wacana bahwa gus ud mempunyai ilmu laduni. Menjadi rujukan, meski tak mendirikan pesantren Setiap ulama’ mempunyai metode dakwah sendiri-sendiri. Ada banyak cara untuk mengajak masyarakat untuk beribadah kepada Allah. Dakwah tidak harus dengan berceramah atau mendirikan pesantren. Ulama sekaliber mbah ud juga mempunyai metode dakwah sendiri. Beliau tidak mau langsung membangun pesantren, beliau lebih suka mengajari dan menerima siapa saja yang datang untuk meminta wejangan. Bahkan beliau menjadi rujukan kyai jawa timur untuk memecahkan masalah terkait agama islam. Murid-murid mbah ud pun tersebar di seluruh jawa dan luar jawa. Di antaranya KH. Ahmad Shiddiq sekretaris pribadi KH. Wahid Hasyim yang saat itu menjabat menjadi menteri agama. Ia sering datang kepada gus ud mengharapkan do’a dan fatihah untuk keselamatan dan kesuksesan hidupnya. Di antaranya adalah Gus Miek. Mbah Ud, juga Mbah Hamid adalah dua ulama’ yang sangat di hormati oleh gus miek. Setiap acara Haul Mbah Ud, Gus Miek selalu menyempatkan hadir. Hal itu di wujudkan sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang sangat di cintainya.  ( Sumber http://majalahlangitan.com 26/07/2016)


Gus Miek ( K.H Hamim Thohari Djazuli )  Bertemu KH. Mas’ud, Pagerwojo Sidoarjo

Ketika Gus Miek masih berusia 9 tahun, Gus Miek sowan ke rumah Gus Ud (KH. Mas’ud) Pagerwojo, Sidoarjo. Gus Ud adalah seorang tokoh kharismatik yang diyakini sebagai seorang wali. Dia sering dikunjungi olah sejumlah ulama untuk meminta doanya. Di rumah Gus Ud inilah untuk pertama kalinya Gus Miek bertemu KH. Ahmad Siddiq, yang di kemudian hari menjadi orang kepercayaannya dan sekaligus besannya. Saat itu, Kiai Ahmad Siddiq masih berusia 23 tahun, dan tengah menjadi sekretaris pribadi KH. Wahid Hasyim yang saat itu menjabat sebagai menteri agama. Sebagaimana para ulama yang berkunjung ke ndalem Gus ud, kedatangan Kiai Ahmad Siddiq ke ndalem Gus Ud jugauntuk mengharapkan doa dan dibacakan Al-fatehah untuk keselamatan dan kesuksesan hidupnya. Tetapi, Gus Ud menolak karena merasa ada yang lebih pantas membaca Al-Fatehan. Gus Ud kemudian menunjuk Gus Miek yang saat itu tengah berada di luar rumah. Gus Miek dengan terpaksa membacakan Al-Fatehah setelah diminta oleh Gus Ud. KH. Ahmad Siddiq, sebelum dekat dengan Gus Miek, pernah menemui Gus Ud untuk bicara empat mata menanyakan tentang siapakah Gus Miek itu. “Mbah, saya sowan karena ingin tahu Gus Miek itu siapa, kok banyak orang besar seperti KH. Hamid menghormatinya?” Tanya KH. Ahmad Siddiq. “Di sekitar tahun 1950-an, kamu dating ke rumahku meminta doa. Aku menyuruh seorang bocah untuk mendoakan kamu. Itulah Gus Miek. Jadi, siapa saja, termasuk kamu, bias berkumpul dengan Gus Miek itu seperti mendpatkan Lailatul Qodar,” jawab Gus Ud. Begitu GusUd selesai mengucapan kata Lailatul Qodar, Gus Miek tiba-tiba turun dari langit-langit kamar lalu duduk di antara keduanya. Sama sekali tidak terlihat bekas atap yang runtuh karena dilewati Gus Miek. Setelah mengucapkan salam, Gus Miek kembali menghilang. Suatu hari, Gus Miek tiba di Jember bersama Syafi’I dan KH. Hamid Kajoran, mengendarai mobil Fiat 2300 milik Sekda Jember. Sehabis Ashar, Gus Miek mengajak pergi ke Sidoarjo. Rombongan bertambah Mulyadi dan Sunyoto. Tiba di Sidoarjo, Gus Miek mengajak istirahat di salah satu masjid. Gus Miek hanya duduk di tengah masjid, sementara KH. Hamid Kajoran dan Syafi’I tengah bersiap-siap menjalankan shalat jamak ta’khir (Magrib dan Isya). Ketika Syafi’I iqomat, Gus Miek menyela, “Mbah, Mbah, shalanya nanti saja di Ampel.” KH. Hamid dan Syafi’i pun tidak berani melanjudkan. Tiba-tiba, dri sebuah gang terlihat seorang anak laki-laki keluar, sedang berjalan perlahan. Gus Miek memanggilnya. “Mas, beri tahu Mbah Ud, ada Gus Hamim dari kediri,” kata Gus Miek kepada anak itu. Anak itu lalu pergi ke rumah Mbah Ud. Tidak beberapa lama, Mbah Ud dating dengan dipapah dua orang santri. “Masya Allah, Gus Hamim, sini ini Kauman ya, Gus. Kaumnya orang-orang beriman ya, Gus. Ini masjid Kauman, Gus. Anda doakan saya selamat ya, Gus,” teriak Mbah Ud sambil terus berjalan kea rah Gus Miek. Ketika sudah dekat, Gus Miek dan Mbah Ud terlihat saling berebut untuk lebih dulu menyalami dan mencium tangan. Kemudian Gus Miek mengajak semuanya ke ruamah Mbah Ud. Tiba di ruamh, Mbah Ud dan Gus Miek duduk bersila di atas kursi, kemudian dengan lantang keduanya menyanyikan shalawat dengan tabuhan tangan. Seperti orang kesurupan, keduanya terus bernyanyi dan memukul-mukul tangan dan kaki sebagai musik iringan. Setelah puas, keduanya terdiam. “Silakan, Gus, berdoa,” kata Mbah Ud kepada Gus miek. Gus miek pun berdoa dan Mbah Ud mengamini sambil menangis. Di sepanjang perjalanan menuju ruamah Syafi’I di Ampel, Sunyoto berbisik-bisik dengan Mulyadi. Keduanya penasaran dengan kejadian yang baru saja mereka alam. Karena Mbah Ud Pagerwojo terkenal sebagai wali dan khariqul ‘adah (di luar kebiasaan). Hampir semua orang di Jawa Timur segan terhadapnya. “Mas, misalnya ada seorang camat yang kedatangan tamu, lalu camat tersebut mengatakan silakan-silakan dengan penuh hormat, itu kalau menurut kepangkatan, bukankah tinggi pangkat tamunya?” Tanya Sunyoto kepada Mulyadi. Mbah Ud adalah salah seorang tokoh di Jawa Timur yang sangat disegani dan dihormati Gus Miek selain KH. Hamid Pasuruan. Hampir pada setiap acara haulnya, Gus Miek selalu hadir sebagai wujud penghormatan kepada orang yang sangat dicintainya itu

Makam dan Masjid KH.Ali Mas’ud di Bangun Mbah Hamid Pasuruan
 
 Ceritanya, Mbah Ud pernah menikah dua kali, yang pertama beliau menikah dengan Mas Ning Qomariyah binti H. Mahmud. Bersamanya, Mbah Ud tinggal di desa Kedung Cangkring. Namun Ning Qomariyah meninggal mendahului beliau, akhirnya Mbah Ud menikah lagi dengan Nyai Dewi.
 “Ketika Mbah ud meninggal, keluarga istri pertamanya ingin di makamkan di desa kedung Cangkring, namun istri keduanya tidak setuju, akhirnya mereka meminta saran pada Mbah Hamid Pasuruan, Dan Mbah Hamid Pasuruan menyarankan agar di makamkan di pagerwejo, bersama ibunya, mas fatmah.” Tutur penjaga makam dengan bahasa jawa.
Mbah ud meninggal dalam usia 46 tahun pada tahun 1979 m. makam Mbah Ud terbangun megah layaknya makam para wali yang lain. Di sampingnya, terbangun sebuah masjid bertuliskan, masjid KH. ALI MAS’UD. Dua bangunan tersebut dibangun langsung oleh Mbah Hamid Pasuruan. tepat setelah Mbah Ud wafat, Mbah Hamid langsung memerintahkan membangun makamnya dan sebuah masjid di utara jalan. Seakan Mbah Hamid mengisyarahkan bahwa kelak makam Mbah Ud akan selalu ramai oleh peziarah. “Mbah Ud iki wali kutub, makam Mbah ud karo masjid iki di bangun mbah Hamid. Mbah Ud wafat sekitar telung tahun sakdurunge Mbah Hamid” ujar kakek penjaga yang usianya 70 tahunan.
Kenyataannya demikian, Setiap hari makam Mbah Ud didatangi oleh peziarah. Terlebih pada malam Jum’at legi, makam akan penuh dengan dengan para muhibbin yang bertawassul pada beliau. Tak sedikit kyai-kyai besar yang istiqomah berdo’a di sana. Seperti halnya KH. Abdullah Faqih langitan(al maghfurlah), di samping ke makam Sunan Ampel, beliau juga istiqomah berziarah ke makam Mbah Ud Sidoarjo. Setiap tahun juga di adakan Haul di makam tersebut. Haul KH. Ali Mas’ud jatuh pada setiap tanggal 27 Rajab bersamaan dengan peringatan Isro’ mi’roj. Pada saat itu, baik dari masyarakat sekitar, maupun dari luar, bahkan dari Sumatra, Kalimantan, dan Jakarta datang berduyun dan menyesaki jalan sekitar makam. Memiliki karakter wali sejak kecil Jika di urut keatas, nasab beliau akan bertemu dengan Sayyid Badruddin bin Ali Akbar bin Sulaiman. Beliau tidak mempunyai keturunan langsung dari darah dagingnya. Dzuriyyah yang meneruskan perjuangan beliau adalah cucu keponakan beliau.  ( Sumber http://majalahlangitan.com 26/07/2016)


Script

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar yang sekaligus sebagai Informasi dan Diskusi Kita , Bila Belum ada Jawaban Akan secepatnya ditindaklanjuti